Wednesday, 31 January 2018

Keprihatinan Akan Gizi Buruk di Indonesia Yang Hingga Saat Ini Masih Memakan Korban

Source: www.batasnegeri.com
Beberapa hari kemarin, saya mendapat sebuah tugas dari dosen komunikasi saya di kelas. TUgasnya sederhana, cukup menganalisis bagaimana kasus kematian anak-anak di Kabupaten Asmat terjadi, dan bagaimana hubungannya dengan konteks komunikasi.
Yah, dan jujur saya tak begitu mengikuti pemberitaan tersebut saat ini, karena sepanjang pengetahuan saya yang dangkal ini, wilayah Indonesia bagian Timur itu memang sering memunculkan kasus gizi buruk pada anak. 
"Hah, masih?!" begitulah yang saya lontarkan, bukan tak simpati atau apa, tetapi saya hanya berpikir, gizi buruk adalah kasus lama, namun kenapa hingga saat ini masih belum bisa teratasi? Terlebih sekali jika kita mau menyadari bagaimana wakil rakyat kita banyak yang berfoya-foya dan jalan-jalan ke luar negeri, kok bisa sih rakyat yang diwakilinya hidup dengan serba kekurangan, kurang gizi, bahkan hingga meninggal?

Kesehatan merupakan modal utama dalam kehidupan setiap orang, dimanapun dan siapapun pasti membutuhkan badan yang sehat, baik jasmani maupun rohani guna menopang aktifitas kehidupan sehari-hari. Begitu pentingnya nilai kesehatan ini, sehingga seseorang yang menginginkan agar dirinya tetap sehat harus melakukan berbagai macam cara untuk meningkatkan derajat kesehatannya, seperti melakukan penerapan pola hidup sehat dan pola makan yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari (Mubarak, 2009).
Gizi buruk, seolah menjadi isu yang kian membuat miris masyarakat di Indonesia. Meski mendapat julukan negeri subur yang kaya akan sumber daya alam, namun hingga saat ini masih saja kita temui kasus seputar gizi di tanah air, mulai dari kurang gizi, hingga gizi buruk.
Misalnya saja dari data Dinas Kesehatan Jawa Barat, jumlah balita gizi buruk di Jawa Barat memang jauh di bawah rata-rata nasional sekitar 20 persen. Akan tetapi, balita yang berpotensi mengalami gizi buruk cukup tinggi. Pada data tahun 2009, balita di Jawa Barat yang mengalami gizi kurang sebanyak 10,09 persen atau sekitar 334.491 anak. Dengan wilayah di Jawa Barat yang memiliki balita gizi kurang dan buruk tertinggi terdapat di Cirebon. Balita dengan gizi kurang sebanyak 26.555 anak atau 15,45 persen dan 3.742 anak atau 2,18 persen yang menderita gizi buruk.
Dengan tingkat perekonomian masyarakat yang mayoritas berada didalam taraf menengah kebawah, hal tersebut mungkin wajar terjadi, meski pada kenyataannya kemiskinan tak menjadi satu-satunya alasan penyebab terjadinya kasus seputar gizi. Melainkan perlu ada juga kesadaran dari setiap diri masyarakat sendiri untuk melakukan pemenuhan gizi dengan baik meski dengan cara yang sederhana dan tidak harus selalu mahal.
Pada dasarnya gizi yang baik sangat mempengaruhi pertumbuhan generasi masa depan, karena jika kekurangan gizi dialami anak di bawah usia dua tahun, maka yang akan terjadi adalah kekosongan otak. Dimana anak tersebut akan memiliki tingkat kecerdasan yang rendah dan demikian pula dengan produktivitasnya, hal itu dapat terlihat dari perbandingan penampang lintang otak anak kurang gizi dan anak yang cukup gizinya. Pada akhirnya akan menghasilkan generasi pekerja kasar yang tidak berpenghasilan tinggi alias miskin, yang tidak mampu memberi makanan bergizi pada anaknya sehingga siklus terulang kembali.
Namun, pemerintah juga tak lepas tangan begitu saja terhadap keadaan masyarakatnya. Kegiatan pokok Departemen Kesehatan dalam menginplementasikan Perbaikan Gizi Masyarakat meliputi, peningkatan pendidikan gizi, penanggulangan Kurang Energi Protein (KEP), anemia gizi besi, Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY), kurang Vitamin A, dan kekurangan zat gizi lebih, peningkatan surveillance gizi, dan pemberdayaan masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi (Perpres, 2007).

Labels: , , , , ,