Tahun Baru Menurut Islam, Boleh Merayakan atau Tidak Ya? - Malam Tahun Baru Masehi segera datang dan apa sih hukum Tahun Baru menurut Islam, bolehkah umat Islam merayakan Tahun Baru Masehi? Simak penjelasannya disini.
Hari ini sudah tanggal 31 Desember 2021 yang artinya nanti malam adalah malam Tahun Baru 2022 dimana banyak orang yang menantikannya.
Setiap tahun momen pergantian tahun ini diisi oleh banyak acara seperti kumpul keluarga berwisata dengan teman atau hanya bersenang-senang saja.
Namun bagaimana pandangan Islam untuk perayaan Tahun Baru Masehi ini? apakah merayakan Tahun Baru menurut Islam diperbolehkan atau tidak?
Pasti sebagai umat muslim ada banyak pertanyaan seperti di atas dimana ditengah euphoria masyarakat yang seakan sibuk mempersiapkan pesta malam Tahun Baru.
Acara Tahun Baru Masehi identik dengan menyalakan kembang api dan meniup terompet.
Namun bagaimana pandangan Tahun Baru menurut Islam dimana banyak sekali orang yang juga turut merayakannya?
Ada banyak pendapat ulama yang berbeda-beda mengenai hukum merayakan Tahun Baru menurut Islam.
Sebagian besar mengharamkan untuk merayakan Tahun baru dan sebagian lainnya membolehkan dengan disertai beberapa syarat.
Diansir dari Jurnal UIN SUSKA Riau, pendapat yang mengharamkan merayakan tahun baru menurut Islam mengedepankan pendapat kalau perayaan Tahun Baru adalah ibadah atau ritual dari pemeluk agama lain.
Dalam ajaran agama, tahun baru masehi merupakan perayaan agama bagi orang Jahilliyah. Adapun larangan merayakan tahun baru masehi di riwayatkan oleh Imam Abu Daud dan an-Nasa’i dalam kitab sunah-nya yang berbunnyi:
"Dari Anas, ia berkata: ketika Rasulullah saw datang ke Madinah, penduduknya mempunyai dua hari yang biasa dirayakan (Nairuz dan Mihrajan). Tanya Rasul Shallallahu’alaihi wa sallam:” Ada apa dengan dua hari itu?”
Mereka menjawab: "Kami sudah biasa merayakannya sejak zaman Jahillayah.”
Sabda Rasul Sallallahu’alaihi Salam: "Sesungguhnya Allah telah meggantikan untuk kalian dua hari tersebut dengan dua hari yang lebih baik, yaitu hari Adha dan hari Fitri.”
Berdasarkan hadist di atas, bahwa Rasulullah SAW telah menghapuskan hari raya Nairus dan Muhrojan13 dan menggantikannya dengan hari raya I’dul Adha dan Id’ul Fitri.
Lalu mengapa masih banyak kaum Muslimin yang mengikuti tahun baru masehi yang telah dihapuskan oleh Rasulullah SAW?
Hari raya Nairuz adalah hari pertama dalam awal tahun, dan itu adalah dianggap sebagai awal tahun matahari.
Hari raya Nairuz dalam perhitungan bangsa Arab sama dengan hari pertama Muharram berdasarkan bulan Hijjriyah. Sedangkan hari Muhrajan adalah hari pertengahan tahun,
tepatnya ketika matahari berada di awal musim semi.
Jadi perayaan Tahun Baru Masehi ini adalah perayaan untuk non muslim dan umat muslim haram ikut merayakannya.
Masih menurut pendapat yang mengharamkan kalau perayaan tersebut menyerupai non muslim.
Orang muslim yang datang atau merayakannya sudah menyerupai ibadahnya non muslim.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Barang siapa yang menyerupai pekerjaan suatu kaum (agama tertentu), maka dia termasuk bagian dari mereka.”
Perayaan malam tahun baru ini juga ditengarai penuh dengan maksiat yang identik dengan hura-hura, tertawa, berzina bahkan khamar.
Jadi upaya larangan menrayakan Tahun Baru Masehi sebenarnya mencegah dan melindungi umat muslim dari perbuatan-perbuatan yang menuju maksiat tersebut.
Lagipula perayaan Tahun Baru tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Pendapat selanjutnya ada yang mengatakan kalau itu halal dengan dasar kalau perayaan Tahun Baru tidak selalu berkaitan dengan ritual agama lain dan memandang semua tergantung niatnya.
Kalau niatnya mengikuti ritual agama lain maka itu diharamkan namun kalau niatnya tidak untuk itu maka dibolehkan.
Sementara itu perayaan Tahun Baru menurut Islam yang membolehkan dengan dasar tergantung niatnya ini berpandangan jika perayaan Tahun baru Masehi diisi dengan kegiatan positif seperti menyantuni panti asuhan, membagikan makanan ke orang sekitar atau bersih-bersih lingkungan itu dibolehkan.
Mereka menganggap yang haram dari perayaan Tahun Baru Masehi ini adalah maksiatnya jika tak melakukan maksiatnya maka tidak apa-apa.
Terlepas dari pandangan yang berbeda mengeani hukum merayakan Tahun Baru menurut Islam, sebenarnya sebagai umat islam kita hanya merayakan dua hari besar saja yaitu idul Fitri dan idul Adha.
Selebihnya tidak ada syariat yang mengikuti apalagi perayaan Tahun Baru Masehi sehingga umat muslim tak ada kepentingan apapun untuk merayakannya.
Yang pasti merayakan Tahun Baru Masehi tidak ada tuntunannya dari Rasulullah SAW bahkan ada juga yang menyebutnya bid’ah.
Merayakan Tahun Baru Masehi ini juga tak ada keuntungan secara moril maupun materiil bagi umat Islam dan memang tak ada manfaatnya.
Jadi sebagai umat Islam yang selalu berpegang pada Al-Qur’an dan Hadis tentu sudah tahu dan paham mengapa memang lebih baik tidak merayakan malam tahun Baru karena tak ada tuntunanya.
Nah demikianlah informasi bagaimana hukumnya merayakan Tahun Baru menurut Islam.
Comments
Post a Comment